Jumat, 22 Juni 2012

Belajar pada Bintang (part I)


“Kenapa bintang hanya ada di malam hari? Kenapa siang tidak ada?” masih kuingat kalimat yang dicontohkan oleh Bu Maretha, dosen mata kuliah Perpustakaan Sekolah saat menjelaskan pentingnya banyak membaca.
“Karena sinar bintang kalah dengan terangnya matahari,” jawab temanku sambil tersenyum. Seketika, terlintas di pikiran tentang makna filosofis ucapan itu.
Benarkah bintang hanya bisa terlihat di malam hari, karena sinarnya kalah dengan matahari? Ah, sebenarnya tidak juga. Bisa jadi, banyak dari bintang-bintang itu yang terangnya melebihi matahari. Matahari hanyalah bintang yang kekuatan panas dan sinarnya berada di kelas G. Kelas yang terbilang standar. Kalau tidak salah, masih ada 3 atau 4 kelas di atasnya yang lebih panas dan lebih terang. Yang membuat mereka menjadi terlihat kecil adalah jarak yang demikian jauh.
Mungkin, demikian juga dengan manusia. Seringkali, ada seseorang yang sebenarnya memiliki potensi yang begitu besar, tetapi perannya biasa-biasa saja. Bahkan, bisa jadi kehadirannya bagi orang-orang di sekitarnya terasa kurang berarti. Ada dan tidaknya bukan masalah, tidak ada bedanya. Ia menjadi kalah dengan orang biasa yang jaraknya, baik secara sosial maupun psikologis, dekat dengan orang-orang di sekitarnya. Bahkan, kehadirannya selalu dirindukan. 
Dirindukan adalah hadiah istimewa bagi orang-orang terdekat. Seseorang akan menjadi dekat ketika kehadirannya bermakna. Kebermaknaan dari hadirnya seseorang, salah satunya, diukur dari kontribusi yang diberikan. Jadi, sudah seberapa dekatkah kita dengan lingkungan sekitar? Sudah sebesar apakah manfaat yang kita berikan bagi orang-orang di sekitar kita? Sudah pantaskah kita menerima hadiah istimewa yang bernama “dirindukan” dan dipuji Allah dengan sebutan “sebaik-baik manusia”?