“Kenapa bintang hanya ada di malam hari? Kenapa siang
tidak ada?” masih kuingat kalimat yang dicontohkan oleh Bu Maretha, dosen mata
kuliah Perpustakaan Sekolah saat menjelaskan pentingnya banyak membaca.
“Karena sinar bintang kalah dengan terangnya matahari,”
jawab temanku sambil tersenyum. Seketika, terlintas di pikiran tentang makna
filosofis ucapan itu.
Benarkah bintang hanya bisa terlihat di malam hari, karena
sinarnya kalah dengan matahari? Ah, sebenarnya tidak juga. Bisa jadi, banyak
dari bintang-bintang itu yang terangnya melebihi matahari. Matahari hanyalah
bintang yang kekuatan panas dan sinarnya berada di kelas G. Kelas yang terbilang
standar. Kalau tidak salah, masih ada 3 atau 4 kelas di atasnya yang lebih
panas dan lebih terang. Yang membuat mereka menjadi terlihat kecil adalah jarak
yang demikian jauh.
Mungkin, demikian juga dengan manusia. Seringkali, ada
seseorang yang sebenarnya memiliki potensi yang begitu besar, tetapi perannya
biasa-biasa saja. Bahkan, bisa jadi kehadirannya bagi orang-orang di sekitarnya
terasa kurang berarti. Ada dan tidaknya bukan masalah, tidak ada bedanya. Ia menjadi
kalah dengan orang biasa yang jaraknya, baik secara sosial maupun psikologis,
dekat dengan orang-orang di sekitarnya. Bahkan, kehadirannya selalu dirindukan.
Dirindukan
adalah hadiah istimewa bagi orang-orang terdekat. Seseorang akan menjadi dekat
ketika kehadirannya bermakna. Kebermaknaan dari hadirnya seseorang, salah
satunya, diukur dari kontribusi yang diberikan. Jadi, sudah seberapa dekatkah
kita dengan lingkungan sekitar? Sudah sebesar apakah manfaat yang kita berikan
bagi orang-orang di sekitar kita? Sudah pantaskah kita menerima hadiah istimewa
yang bernama “dirindukan” dan dipuji Allah dengan sebutan “sebaik-baik manusia”?