Perkembangan
bahasa dari lahir sampai masa prasekolah meliputi tahap perkembangan sosial dan
komunikasi, tahap perkembangan artikulasi dan bunyi, tahap perkembangan kata
dan tata kata, serta tahun-tahun prasekolah.
1.
Tahap
Perkembangan Sosial dan Komunikasi
Tahap perkembangan sosial dan
komunikasi meliputi tahap bayi baru lahir, sosialisasi dan komunikasi awal, dan
perkembangan kehajatan.
a.
Bayi
Baru Lahir
Bayi baru
lahir berkomunikasi dengan ibunya. Komunikasi itu dilakukan lewat tatapan mata
yang intensif dilakukan saat disusui.
Wajah bayi
juga sudah menunjukkan ekspresi semacam rasa tidak senang, rasa takut, rasa
khawatir, rasa marah, rasa senang, rasa jijik. Kerut
dahinya sudah pula berfungsi, pipinya dapat memerah, bibir bawahnya dapat
bergetar, dan matanya dapat tertutup sebagian.
b.
Sosialisasi
dan Komunikasi Awal ; Lahir Sampai 6 Bulan
Bayi sudah terlihat
secara aktif di dalam proses interaksi dengan ibunya tak lama sesudah lahir.
Bayi menanggapi wajah ibunya, dan di dalam minggu pertama kehidupannya, ia
sudah mulai menirukan kegiatan menggerakkan tangan, menjulurkan lidah, dan
membuka mulut. Menjelang usia 1 bulan,
bayi menirukan tinggi rendah dan panjangnya suara ibunya.
Pada usia 2 minggu bayi
sudah mampu membedakan wajah ibunya dan wajah orang lain. Bayi sangat tanggap
terhadap setiap orang yang mendekatinya. Ketertarikannya itu diungkapkannya
dengan senyum. Pada sekitar usia 3 minggu senyum bayi sudah dapat disebut
sebagai ”senyum
sosial”.
Kelebihsukaan melihat
wajah manusia terutama matanya meningkat pada bulan kedua, ditandai dengan meruku.
Kegiatan meruku ini sejajar dengan “senyum sosial”nya.
Menjelang usia 3 bulan,
kemampuan kognitif bayi sudah meningkat.
Pada masa ini ia tidak tertarik lagi ekspresi lebih dari manusia
supaya tetap berminat untuk berinteraksi. Ibu senantiasa menyesuaikan diri
dengan tahap baru perkembangan bayi. Dialog dengan bayi semakin meningkat dapat
berperan serta dalam kegiatan berkomunikasi itu.
Pada waktu mencapai
usia 12 minggu, bayi mulai mengeluarkan suara. Pada usia 6 bulan semakin lebih
sering terjadi bahwa suara bayi ditanggapi dengan suara ibu. Ibu kebanyakan
kali berhenti untuk memberikan peluang kepada bayi untuk berganti mengeluarkan
suara.
Pada masa ini bayi
mempelajari “pola gilir” (turn-taking) di dalam komunikasi. Pada usia 4 bulan,
bayi sudah dapat batuk atau senyum untuk memulai dialog.
Menjelang usia 5 bulan,
bayi mulai menirukan secara sengaja gerak-gerik dan suara orang dewasa. Pada
usia antara 4 dan 6 bulan banyak terjadi peniruan ekspresi wajah. Pada usia 5
bulan, bayi dapat bersuara dengan sikap yang menunjukkan rasa senang, rasa
tidak senang, rasa puas, rasa ingin tahu.
Pada waktu bayi
mendekati usia 6 bulan, minatnya terjadi pergeseran minat: bayi lebih tertarik lebih benda
daripada manusia.
c.
Perkembangan
Kehajatan
(Intentionality): 7-12 Bulan
Selama paruh tahun
kedua ini anak mulai lebih memiliki kendali di dalam interaksi dengan ibunya. Ia
mulai mengasyikkan diri dengan gerakan meraih, menggenggam, dan menguasai
benda.
Gerakan meraih benda
yang tak terjangkau kemudian berkembang menjadi gerakan menunjuk ke arah benda
tersebut, menyiratkan hasratnya untuk “meminta” sesuatu.
Anak pada masa ini juga
sering melakukan gerakan
memperlihatkan benda yang sedang dipegangnya ke arah ibunya, tetapi ia
tidak mau melepaskan barang itu. Apabila akhirnya si anak melepaskan barang
yang dipegangnya itu kepada ibunya, maka selain mampu mengutarakan hasratnya
“menunjukkan (sesuatu)”, ia menjadi mampu pula menyatakan hasratnya” memberikan
“sesuatu”.
Bates et al. (dalam Purwo 1991:73) mencatat adanya dua
jenis fungsi komunikasi awal pada gerakan tangan anak pada masa usia ini.
“Imperatif purba” (protoimperative)
ialah gerakan meminta, mengisyaratkan orang dewasa untuk mengambilkan sesuatu.
Adapun gerakan memberikan (sesuatu), dan menunjuk (ke sesuatu) semuanya disebut
“deklaratif purba” (protodeclaratives), karena menggunakan
sesuatu untuk menarik perhatian orang dewasa.
2.
Tahap
Perkembangan Artikulasi dan Bunyi
Di dalam laju
perkembangannya, kemampuan anak untuk mengendalikan mekanisme bicaranya
meningkat. Kemampuan mengendalikan alat bicara berkaitan dengan kemampuan
mengeluarkan suara secara akurat.
a. Tahap Perkembangan Artikulasi
Tahap ini dilalui bayi antara bayi sejak
lahir sampai kira-kira berusia 14 bulan.
1) Bunyi resonansi
Penghasilan bunyi di dalam rongga mulut
telah dilakukan bayi sampai usia enam bulan, yaitu sewaktu bayi menyusu pada
ibunya. Dalam aktivitas rutin ada gerak
refleks yang berada di luar kendali si bayi (Chaer
2009:230). Gerak refleks ini berupa aktivitas “kenyut-telan” yang
ritmis. Pertumbuhan aktivitas dalam rongga mulut pun juga berkembang.
Pertumbuhan yang cepat dalam rongga mulut, hidung, dan leher memungkinkan bayi untuk
menghasilkan berbagai macam bunyi.
Bunyi yang paling umum yang dapat dibuat
bayi adalah bunyi tangis. Menjelang akhir bulan pertama, tangisan bayi mulai
dapat dibedakan artinya. Di samping itu juga ada bunyi bukan tangis yang
disebut “kuasi resonansi”. Bunyi ini belum ada konsonannya dan vokalnya belum
sepenuhnya mengandung resonansi. Udara dihembuskan ke luar melalui rongga
hidung, sehingga bunyi itu “agak” berbunyi nasal.
2) Bunyi berdekut
Bunyi berdekut terjadi pada anak berusia
mendekati dua bulan. Pada usia ini anak
sudah mengembangkan kendali otot mulut dengan memulai dan menghentikan
gerakan secara mantap. Sehingga anak
sudah mampu mengeluarkan suara tawa dan suara berdekut (cooing). Bunyi berdekut
ini sebenarnya adalah bunyi “kuasi konsonan” yang berlangsung dalam satu
hembusan nafas, bersamaan dengan dengan seperti bunyi hambat antara velar dan
uvular. Bunyi yang dihasilkan adalah bunyi konsonan belakang dan tengah dengan
vokal belakang, tetapi tanpa resonansi penuh.
Bunyi konsonannya mirip dengan bunyi [s] danbunyi hambat velar yang
mirip dengan bunyi
.
3)
Bunyi
berleter
Berleter adalah mengeluarkan bunyi yang
terus menerus tanpa tujuan. Berleter ini biasanya dilakukan oleh bayi yang
berusia empat sampai enam bulan. Pada usia ini, bayi sering mencoba berbagai
macam bunyi dan dia semakin dapat mengendalikan bagian-bagian organ yang
terlibat dalam mekanisme bunyi.
Pada masa ini si anak sudah mampu
membuat bunyi vokal yang mirip bunyi [a]. Kemampuannya mengatupkan bibir
memungkinkan dia menghasilkan bunyi labial. Bunyi yang dihasilkan mirip bunyi
frikatif, tetapi tidak bergetar. Masa ini lazim disebut masa anak “berleter”
(babble), masa mengeluarkan bunyi bersuku kata tunggal yang panjang. Selama
masa berleter ini si anak mencoba mengeluarkan bunyi bersukukata tunggal yang
panjang. Selama masa berleter si anak mencoba mengeluarkan bermacam-macam
bunyi. Malah bunyi yang dihasilkannya seringkali bukanlah bunyi yang ada dalam
bahasa ibunya.
4)
Bunyi
berleter ulang
Tahap ini dilalui si anak sewaktu
berusia antara enam sampai sepuluh bulan. Pada usia ini anak mampu mengeluarkan
bunyi konsonan. Bunyi konsonan yang mula-mula dapat diucapkan adalah bunyi
labial [p] dan [b], bunyi letup alveolar [t] dan [d], bunyi nasal dan bunyi [j].
Bunyinya belum sempurna dan pembentukannya juga agak lambat. Namun bunyi yang
keluar pada waktu berleter dengan ulangan lebih mendekati bunyi orang dewasa
dalam hal kualitas resonansi dan kecepatannya. Yang paling umum terdengar
adalah bunyi suku kata yang yang merupakan rangkaian konsonan dan vocal seperti
“ba-ba-ba” atau “ma-ma-ma”. Menurut
Nakazima dan Stark (dalam Chaer 2009:233), bunyi berleter sering terjadi ketika
sang anak si anak sedang sendirian atau tidak ada orang lain. Jadi, pada masa
ini si anak memperdengarkan suaranya sendiri.
5)
Bunyi
Vokabel
Vokabel adalah bunyi yang hampir
menyerupai kata, tetapi tidak mempunyai arti, dan bukan tiruan dari orang
dewasa. Bentuk vokabel ini sudah konsisten sceara fonetis. Vokabel ini terdiri
dari empat macam, yaitu (1) satu vocal atau vocal yang diulang, (2) nasal yang
silabis, (3) frikatif yang silabis, dan (4) rangkaian konsonan vocal, dengan
atau tanpa reduplikasi, dan konsonannya berupa nasal atau hambat.
Vokabel dialami anak ketika berusia
antara11 sampai 14 bulan.menjelang 14 bulan anak sudah dapat menaikkan ujung
lidahnya dan mengendalikan gigitannya terhadap makanan yang lunak. Menjelang
satu tahun ini kemampuan anak berleter memang sudah mengenal bermacam-macam
bunyi. Dia tidak lagi mengulang-lang gabungan konsonan dan vocal yang sama,
tetapi sudah gabungan yang bervariasi. Sebenarnya si anak
sudah mulai menirukan intonasi orang dewasa sejak berusia delapan bulan
(Nakazima dalam Chaer, 2002), pola-pola intonasi tertentu dicobanya
berulang-ulang terus-menerus sampai menjelang usia satu tahun. Disinilah,
antara kemampuan menirukan intonasi kalimat dan kemampuan mengucapkan kata,
anak-anak memproduksi bunyi yang disebut vokabel itu. Ini terjadi bila
perkembangan si anak normal.
3.
Tahap
Perkembangan Kata dan Tata Kata
Kemampuan anak menyusun kata terjadi
secara bertahap. Mula-mula, anak belajar mengucapkan kalimat satu kata, kemudian menjadi dua kata, dan seterusnya
menjadi kalimat yang lebih kompleks. Laju perkembangan ini akan semakin pesat
setelah anak menguasai 50 kata.
a.
Kalimat satu kata
“Kalimat bermakna” pertama anak terdiri
atas kalimat satu kata, atau ujaran yang diperlakukan anak sebagai kata. Ujaran
ini umumnya merupakan ujaran yang sering diucapkan orang dewasa. Di samping
itu, anak juga cenderung lebih mudah mengucapkan nomina yang diakrabinya,
seperti: mainan, orang, binatang piaraan, makanan, dan pakaian.
Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah
kalimat penuh. Pada kalimat “Dodi mau bubuk”, kata yang akan dipilih untuk
mewakili kalimat tersebut adalah bubuk. Hal ini disebabkan dalam pola pikir
yang masih sederhana, anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informas lama
versus informasi baru. Kaimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada
pendengarnya. Dari tiga kata pada kalimat “Dodi mau bubuk”, yang baru adalah
“bubuk”. Oleh karena itu, anak tidak sembarangan saja memilih kata yang
memberikan informasi baru (Dardjowidjojo 2005: 247)
Dari segi sintaksis, ujaran satu kata
sangat sederhana karena hanya terdiri atas satu kata.akan tetapi, dari segi
semantisnya, ujaran satu kata adalah kompleks karena satu kata ini bisa
memiliki lebih dari satu makna. Anak yang mengatakan /bi/ untuk mobil bisa bermaksud mengatakan:
1)
Ma, itu mobil
2)
Ma, ayo ke mobil
3)
Aku mau kemobil
4)
Aku minta (mainan) mobil
5)
Aku nggak mau mobil
6)
Papa ada di mobil
Pada anak Barat, kata sudah mulai muncul
pada umur sekitar 1 tahun. Pada anak Indonesia ada kemungkinan berbeda.
Munculnya kata pertama agak “terlambat”, yakni mendekati umur 1;6 . (Dardjowidjojo 2005: 245). Hal ini
disebabkan anak Indonesia memerlukan waktu yang lebih lama untuk menentukan
suku mana yang akan diambil sebagai wakil dari kata itu. Pada bahasa Inggris,
yang kebanyakan katanya adalah monosilabik, anak tidak harus memilih suku mana
yang akan diucapkan. Pada anak Indonesia, yang kosa katanya kebanyakan
polisilabik, anak harus “menganalisis” terlebih dahul, barulah dia menentukan
suku mana yang akan diambil. Menurut Slobin (dalam Dardjowidjojo 2005: 245),
anak di manapun cenderung memerhatikan akhir dari suatu bentuk. Konsonan pada
akhir kata sampai dengan umur sekitar 2;0 banyak yang tidak diucapkan.
Kata-kata tersebut pada umumnya terdiri
atas satu atau dua suku kata dengan konstruksi berupa rangkaian VK, KV, KVKV
yang direduplikasi, atau KVKV. Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna
ini dinamakan ujaran holofrastik.
Pada awalnya, laju perkembangan jumlah
suku kata lamban. Laju perkembangan tersebut baru meningkat pesat setelah anak
menguasai lebih kurang 50 kata. Penguasaan tersebut normalnya terjadi menjelang
usia 18 bulan. Secara umum, persentase kosa kata nomina lebih banyak
dibandingkan kosa kata verba.
b.
Penggabungan dua kata
Pada usia 18 bulan, anak mulai
menggabungkan kata sesuai dengan urutan kata pada orang dewasa. Anak mulai
dengan dua kata diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Jeda
ini makin lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal.
Ciri lain dari UDK adalah kedua kata ini
termasuk kata-kata kategori utama:nomina, verba, adjektiva, atau bahkan
adverbia. Karena wujud ujaran yang seperti bahasa telegram ini maka UDK sering
disebut ujaran telegrafik. Pada UDK juga belum dtemukan afiks.
Berdasarkan hasil penelitian Bloom,
Schlesinger, dan Brown, pola yang umum dibuat dalam penggabungan dua kata
adalah sebagai berikut:
Relasi semantis
|
Contoh
|
pelaku-perbuatan
|
Echa nyanyi
|
pelaku-objek
|
Echa roti
|
perbuatan-objek
|
Maem krupuk
|
Perbuatan-lokasi
|
Pergi kamar
|
Pemilik-dimiliki
|
Sarung Eyang
|
Objek-lokasi
|
Mama kursi
|
Atribut-entitas
|
Ular gede
|
nominatif
|
Ini ikan
|
Minta ulang
|
Mimik lagi
|
Tak-ada lagi
|
Lampu habis
|
c.
Kalimat yang lebih panjang
Apabila kurang lebih separuh dari
kalimat yang diucapkan anak sudah terdiri atas dua kata, maka berkembanglah
penyusunan yang terdiri atas tiga kata. Konstruksi bentukan baru ini merupakan
hasil penggabungan atau perluasan dari konstruksi yang sebelumnya. Demikian
pula seterusnya.
Pada usia 2 sampai 3 tahun, perkembangan bahasa anak
meningkat pesat karena ibu menggunakan berbagai teknik untuk memancing anak bercakap-cakap.
Cara dan waktu anak dalam memeroleh suatu
butir tatabahasa ditentukan oleh bahasa yang sedang diperoleh oleh
masing-masing anak. pada bahasa Indonesia, di mana bentuk pasif sangat dominan,
anak sering mendapat masukan yang berupa kalimat pasif dan karenanya membentuk
pola kalimat pasif jauh lebih awal daripada anak Inggris.
4.
Tahun-Tahun
Prasekolah
Pada mulanya, anak-anak berbahasa
menggunakan kalimat yang terdiri atas satu kata saja. Kata-kata itu ucapannya
sederhana, maknanya konkret, dan mengacu pada benda, kejadian, dan orang yang
ada di sekitar anak. Menjelang usia 18 bulan, anak umumnya sudah menguasai 50
kata. Setelah usia 18 bulan, anak akan mampu menggabungkan dua kata tanpa ada
preposisi, artikel, infleksi, atau unsur-unsur gramatikal yang lain. Pada usia
19 bulan, anak dapat secara produktif mengeluarkan 50 kata. Usia antara 2,5 dan
4,5 merupakan masa pesat pengembangan kosa kata. Usia 2 sampai 6 tahun, anak
cenderung menciptakan kata-kata baru untuk mengisi kekosongan apabila lupa atau
belum tahu kata yang semestinya dipakai. Penelitian terhadap kalimat dua kata
yang terdapat pada berbagai bahasa menunjukkan bahwa di bagian dunia manapun
anak-anak pada usia ini mengucapkan pikiran dan maksud yang sama.
Satu hal yang perlu dipahami benar
adalah bahwa patokan tahun ini sangat relatif. Ukuran tidak boleh tahun
kalender tetapi harus tahun neurobiologis, artinya, pada tahap perkembangan
neurobiologi mana seorang anak dapat mengucapkan bunyi-bunyi tertentu. Yang
universal bukan tahunnya, melainkan urutan pemunculan bunyinya (Dardjowidjojo
2005: 246)
Pada saat masuk TK, anak sudah menguasai
kosa kata sekitar 8.000 kata, dan hampir seluruh kaidah dasar tata bahasa
dikuasainya. Anak sudah dapat mempelajari hal-hal di luar kosa kata dan tata
bahasa, mereka sudah dapat menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang
beraneka ragam. Akan tetapi, mereka masih kesulitan dalam membuat kalimat
pasif. Anak usia prasekolah juga masih mengalami kesulitan dalam memahami
bentuk-bentuk imperatif (perintah) taklangsung.
Ada beberapa hal yang dianggap universal
dalam pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan sufiks seringkali terjadi lebih
awal dari prefiks. Terkait dengan hal ini, Dardjowidjojo mengajukan Hipotese
Pengalahan Sufiks yang berbunyi: Prefiks akan muncul bersamaan atau lebih awal
daripada sufiks apabila prefiks tersebut bersifat wajib dan dalam bahasa yang
bersangkutan pola kalimat yang diwakili prefiks tersebut adalah dominan (Kuzcay
dan Hawkins dalam Dardjowidjojo 2005: 254). Kedua, adjektiva yang mempunyai
dimensi umum dikuasai lebih awal daripada adjektiva yang dimensinya khusus.
Misalnya, kata besar, luas, kecil, sempit, dan sebagainya.
Ketiga, pemerolehan kata fungsi before
dan after juga dikatakan mengikuti urutan universal. Bila ada dua peristiwa A
dan B, anak sampai umur 5;0 selalu menempatkan kedua peristiwa tersebut sesuai
dengan urutan kejadiannya. Apabila ada peristiwa A mendahului peristiwa B, maka
anak akan mengurutkannya sebagai AB. Inilah sebabnya kata before lebih dikuasai
lebih awal daripada after.
Keempat: kalimat interogatif ya/tidak
dikuasai lebih awal daripada kalimat interogatif apa/mana. Kalimat interogatif
yang menanyakan apa atau siapa dikuasai lebih awal daripada menanyakan mengapa
dan bagaimana. Alasannya, apa dan siapa lebih merujuk pada benda konkret
sedangkan mengapa dan bagaimana merujuk pada sesuatu yang lebih abstrak dan
memerlukan daya kognisi lebih matang (Dardjowidjojo 2005: 255-256).
Ada dua
faktor yang memengaruhi perkembangan bahasa anak, yaitu faktor biologis dan
faktor lingkungan. Setiap individu dibekali dengan kemampuan kodrati atau alami
yang memungkinkannya dapat menguasai bahasa. Potensi ini bekerja secara
otomatis dan disebut piranti pemerolehan bahasa (Language Acquistion Devices).
Adapun faktor lingkungan memberi pengaruh perkembangan bahasa sebatas dengan
kesempatan yang diberikan lingkungan (Rifa’i dan Anni 2009:41)